Ketika sinar matahari langka, makanan menjadi sumber vitamin D yang krusial. Ikan berlemak tetap menjadi juara: 100 gram salmon liar mengandung 600–1.000 IU, sementara sarden kalengan dalam minyak zaitun menyumbang sekitar 250 IU per porsi. Telur ayam kampung (kuning telur) menyediakan 40–80 IU per butir, dan jamur maitake atau shiitake yang dijemur sinar UVB selama 1 jam dapat meningkatkan kandungan vitamin D2 hingga 10.000 IU per 100 gram.
Produk fortifikasi juga membantu menutup gap. Di Indonesia, susu UHT, margarin, dan sereal sarapan banyak yang diperkaya 100–400 IU per sajian. Membaca label nutrisi menjadi kebiasaan penting—pilih produk dengan label “mengandung vitamin D3” atau “D2 dari jamur” untuk transparansi.
Jika asupan makanan masih di bawah 400 IU/hari, suplemen bisa dipertimbangkan. Bentuk vitamin D3 (cholecalciferol) lebih efektif meningkatkan kadar serum dibandingkan D2. Dosis harian yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk dewasa adalah 600–800 IU, tetapi pada musim dingin atau bagi mereka yang jarang keluar rumah, 1.000–2.000 IU per hari masih dalam batas aman (upper limit 4.000 IU).
Pemilihan suplemen harus memperhatikan sertifikasi BPOM dan kandungan tambahan. Hindari produk yang mengklaim “penyembuh segala penyakit” atau menjanjikan hasil instan—ini melanggar regulasi iklan kesehatan. Konsultasi dokter atau ahli gizi diperlukan terutama bagi penderita gangguan ginjal, hiperparatiroidisme, atau yang sedang mengonsumsi obat kortikosteroid.
Contoh menu harian:
- Sarapan: 2 telur orak-arik + 1 gelas susu fortifikasi (≈400 IU)
- Makan siang: 100 g salmon panggang + tumis jamur UVB (≈800 IU)
- Camilan: yogurt Yunani fortifikasi (≈100 IU)
- Total: >1.300 IU tanpa suplemen
Dengan menggabungkan variasi makanan alami, produk fortifikasi, dan—if needed—suplemen berkualitas, kita dapat menjaga kadar vitamin D optimal sepanjang musim dingin tanpa risiko toksisitas.

